Selamat datang di pameran "Khazanah Manuskrip di Nagari Lansek Manih". Kabupaten Sijunjung dikenal sebagai "Ranah Lansek Manih", merupakan salah satu permata Sumatera Barat dengan kekayaan manuskrip Minangkabau yang tak ternilai harganya. Di sini, lebih dari 200-an manuskrip kuno tersebar di berbagai tempat, seperti Surau Calau, Surau Simaung, Surau Syekh Yasin, dan koleksi Rumah Gadang Tanduk Ampek (warisan Buya Harun). Setiap manuskrip ini bukan hanya catatan masa lalu, tetapi juga cerminan kebijaksanaan dan warisan budaya yang kaya.Tim Surau Intellectual for Conservation (SURI) telah berperan penting dalam menyelamatkan warisan berharga ini melalui digitalisasi. Meski begitu, banyak manuskrip yang masih terancam kerusakan dan belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, program revitalisasi ini hadir untuk menghidupkan kembali kekayaan literasi tersebut dan mengembangkan manfaatnya bagi masyarakat luas.Pameran ini menampilkan berbagai aspek program revitalisasi, mulai dari inventarisasi dan katalogisasi manuskrip, Focus Group Discussion (FGD), pelatihan pembacaan dan transliterasi manuskrip, hingga penerbitan edisi teks terpilih yang menonjolkan karya sastra, sejarah, dan hagiografi. Karya-karya tersebut seperti nazam kisah Nabi, Hikayat Raja Jumjum, dan kisah dua ulama besar yakni: Syekh Abdurrauf Singkel dan Syekh Burhanuddin Ulakan. Selain itu, dokumentasi tradisi surau masa silam seperti bakpo nan saraf dan bernazam juga dipersembahkan sebagai bagian dari kekayaan budaya yang perlu dilestarikan.Dengan menjelajahi warisan budaya ini, yang tidak hanya berharga sebagai bagian dari masa lalu, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan pengetahuan bagi generasi masa kini dan masa depan. Menjaga dan melestarikan manuskrip merupakan salah satu cara dalam membangun masa depan yang beradab dan berbudaya, menghormati jejak leluhur, dan menanamkan nilai luhur bagi generasi mendatang. Pameran ini hadir dalam memperkaya wawasan dan menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya kita yang berharga.
Surau Simaung Kabupaten Sijunjung
Bangunan kecil ini adalah tempat khazanah manuskrip peninggalan Syekh Malin Bayang (1863 - 1963). Manuskrip ini mengandung teks beragam, seperti kesejarahan, kesusastraan, kebahasaan, keagamaan, dan pengetahuan tradisional.
Tumpukan Manuskrip Koleksi Surau Simaung
Manuskrip yang telah dibersihkan dan didigitalkan setelah itu disimpan dengan hati-hati dalam kotak-kotak khusus yang terbuat dari kertas berkualitas tinggi dan bebas dari risiko serangan serangga. Setiap kotak dirancang dengan baik untuk memastikan perlindungan maksimal terhadap dokumen berbahan kertas, menjaga keawetan, dan integritasnya. Sistem penyimpanan ini tidak hanya melindungi manuskrip dari potensi kerusakan fisik, tetapi juga memastikan aksesibilitas, dan konservasi jangka panjang, menjaga warisan berharga ini agar tetap dapat diakses dan dinikmati oleh generasi mendatang.
Manuskrip Rusak Koleksi Surau Calau
Puluhan manuskrip koleksi Surau Calau di Sijunjung mengalami kerusakan parah. Faktor usia dan iklim tropis yang lembab telah menyebabkan kertas-kertas berusia ratusan tahun ini mengalami pelapukan. Akibatnya, banyak manuskrip yang tidak dapat diselamatkan lagi. Upaya pelestarian yang mendesak dan metode konservasi yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga sisa-sisa warisan budaya ini. Tanpa intervensi yang segera, kita berisiko kehilangan jejak sejarah yang berharga dari koleksi berharga ini.
Ziarah di Makam Syekh Malin Bayang, Simaung.
Makam Syekh Malin Bayang (1863-1963) terletak di kawasan Surau Simaung, Jorong Tapian Diaro, Kabupaten Sijunjung. Setiap tahun, situs bersejarah ini menarik penziarah dari berbagai daerah, termasuk Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, dan Lampung. Para pengunjung datang dengan berbagai tujuan, seperti menghormati jasa dan ajaran Syekh Malin Bayang, membayar nazar, atau sekadar meresapi warisan spiritual dan budaya yang telah diwariskan oleh ulama besar tersebut.
A. Tuanku Simaung, Khalifah Syekh Malin Bayang ke-IV
Tuanku Simaung, Khalifah Syekh Malin Bayang ke-IV sedang membaca manuskrip Takwim Koleksi Surau Simaung. Manuskrip ini memuat teks rumusan takwin yang dihiasi dengan iluminasi. Teks tersebut menjelaskan huruf tahun dan huruf bulan beserta jumlah titiknya, serta mencantumkan nama bulan dalam setahun dan nama hari dalam seminggu. Pada tahun 2022, Tuanku Simaung menerima penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustakaloka dari Perpustakaan Nasional RI sebagai salah satu pelestari naskah kuno di Indonesia.
Pelangkahan Berdasarkan Mata Angin
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa berukuran 17 cm x 10 cm dengan ukuran blok teks 12 cm x 7 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks menjelaskan arah yang baik dan buruk dalam satu minggu berdasarkan mata angin.
Pengidentifikasian Teks Manuskrip Koleksi Surau Calau
Pada tahun 2011, salah satu kegiatan penting di Surau Calau adalah pendeskripsian manuskrip koleksinya. Manuskrip yang telah dideskripsikan dengan teliti kemudian didigitalkan, sebuah langkah krusial dalam pelestarian dan aksesibilitas naskah-naskah berharga ini. Proses ini tidak hanya membantu dalam melindungi fisik manuskrip dari kerusakan lebih lanjut, tetapi juga membuka peluang bagi para peneliti dan masyarakat luas untuk mengakses dan mempelajari kekayaan literatur dan sejarah yang terkandung di dalamnya. Usaha ini mencerminkan dedikasi yang tinggi terhadap pelestarian warisan budaya yang tak ternilai harganya.
Restorasi Kertas Manuskrip Koleksi Surau Calau
Restorasi manuskrip beriluminasi Khutbah Idulfitri dari koleksi Surau Calau, Sijunjung. Naskah ini dahulu disimpan dalam bentuk gulungan dalam sebuah bambu dan dibacakan saat salat Idulfitri. Dengan panjang lebih dari satu meter, manuskrip ini kini telah direstorasi menggunakan tisu Jepang. Manuskrip tersebut masih dapat dilihat dalam kondisi asli di Surau Calau.
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks manuskrip ditulis menggunakan aksara Arab dan berbahasa Arab. Teks dikarang oleh Abdul Khaliq untuk menjelaskan rumus-rumus untuk menentukan hari, bulan dan tahun. Teks Mizan al-Qarb merupakan pedoman utama bilangan taqwim yang digunakan untuk menentukan bilangan puasa oleh pengikut tarekat Syattariyah di Minangkabau.
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa berukuran 17 cm x 11 cm dengan ukuran blok teks 12 cm x 8 cm. Teks manuskrip ditulis dengan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks berisi pengobatan tradisional yang memuat ramuan obat padi dan obat kurok (kurap).
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks berisi rumusan takwin yang dibingkai dengan iluminasi yang menjelaskan huruf tahun dan huruf bulan beserta jumlah titiknya dengan nama bulan dalam setahun dan nama hari dalam seminggu.
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks berisi rumusan takwin yang dibingkai dengan iluminasi yang menjelaskan huruf tahun dan huruf bulan beserta jumlah titiknya dengan nama bulan dalam setahun dan nama hari dalam seminggu.
Pembuatan Kotak Penyimpanan Manuskrip
Salah satu upaya pelestarian manuskrip yang penting adalah dengan menyediakan tempat yang aman bagi kelangsungan mereka, yaitu dengan membuat kotak khusus. Kotak ini dirancang menggunakan kertas bebas asam, yang efektif menghalau serangga pemangsa kertas naskah. Penggunaan kertas bebas asam tidak hanya melindungi manuskrip dari serangga, tetapi juga dari kerusakan akibat reaksi kimia yang merusak. Dengan cara ini, manuskrip berharga dapat terlindungi dan diwariskan kepada generasi mendatang dalam kondisi yang baik.
Iluminasi Koleksi Surau Simaung
Salah satu sisa iluminasi manuskrip dari koleksi Surau Simaung yang masih tersimpan menampilkan keindahan ragam hias khas Minangkabau. Iluminasi, sebagai hiasan dalam manuskrip, mencerminkan kekayaan budaya melalui motif dan warna yang digunakan. Motif-motif ini tidak hanya memperindah naskah, tetapi juga melambangkan identitas dan keunikan seni tradisional Minangkabau. Dengan warna-warna yang cemerlang dan pola yang rumit, iluminasi ini menjadi bukti kekayaan warisan budaya yang patut dilestarikan. Koleksi ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga dan menghargai warisan seni leluhur kita
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa dengan ukuran kertas 15 cm x 10 cm dengan ukuran blok teks 14 cm x 9 cm. Teks manuskrip ditulis dengan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks manuskrip berbicara mengenai bacaan cuci bedil dalam bentuk mantra.
Transliterasi:
Bismillahirrahmanirrahim.
Kahamim namanya, bedil Abu Bakar namanya, mesiu unggai jauh namanya, peluru gerak Allah bunyinya, bedil serunai namanya bedil illa Allah namanya, timah takala sumpah satih di gunung ruhun diletakkan tukut ditanam lonjong situlah diperbuat buatan nan teguh satih nan narat sayap namanya, awang nan sumpah satih ialah sibaman surah sayap namanya, awang nan memacik kata ialah siraman nan tidak berhakikat, salah berhakikat niaya berhakikat salahnya berhakikat niaya air hilir lagi tertahan burung terbang lagi terhenti berniat berhakikat salah jadi kapuknya engkau jadi habunnya engkai jadi airnya engkau ancurlah engkau seperti air yang di hulu kembalilah engkau kepada tempat yang lama kata taleho rahmat Allah tebing Tuhan.
Manuskrip ditulis menggunakan kertas wolf paper berukuran 20,5 cm x 17 cm dengan ukuran blok teks 14 cm x 11. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dengan bahasa Melayu. Teks menjelaskan beberapa kaifiyat menggunakan bedil terutama dalam hal melakukan tembakan.
Transliterasi:
“adapun pandang pada ghulamah? Tentang bedil kepada alamat ghulamah pun datang kepada layang bedil pada mata yang kanan dalam ghulamah yang datang itu diambil umpama mata yang hitam gadangnya terhubung dengan mata hitam patuk putib? Tatkala mematuk bedil ditahan nafas inilah putus tembak inilah tembah Tan Nuhud orang Payakumbuh”.
“adapun tembak nan dua belas dibagi empat bagi, pertama genggam, kedua berdiri, ketiga pandang, keempat perhumaannya. Adapun tembak nan dua belas, satu peluru, kedua tunam, ketiga penekuk, keempat lubang bola, kelima mesiu, kesepuluh ganah?, kesebelas bukit yang salim, kedua belas bukit yang sebenarnya bukit Kaf, bukit Harsani Batu Hampar”.
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks manuskrip ditulis menggunakan akasara Jawi dengan bahasa Melayu. Teks menjelaskan tatacara mengukur rumah yang baik dan tidak baik.
Transliterasi:
“Bab inilah ukur rumah atau a[n]jung atau kapal atau perahu atau lain daripada itu, pertama maka diambillah depa orang empunya rumah itu sedepa saja atau a[n]jung atau kapal atau perahu atau lain daripada itu, maka dilipat tiga lipat, maka dibuangkan dua lipat dan diambil satu lipat, maka dibagilah nan satu lipat salapan baginya, pertama bilang ukur naga, kedua asab, ketiga siang, keempat anjing, kelima limba, keenam keladi, ketujuh gajah, kelapan gagok. Bermula ukur yang pertama baik lagi (atam?). dan ukur yang kedua dukacita dalam nya. Dan ukur yang ketiga belum lepas daripada bahaya. Dan ukur yang keempat keturun harta tiada baik. Dan ukur yang kelima bergalah dalamnya. Dan ukur yang keenam tiada berkat harta dalamnya. Dan ukur yang ketujuh berkat harta dalamnya dan selamat barang apa kerjanya. Dan ukur yang kesalapan belum sudah pekerjaannya empunya rumah itu mati adanya. Wallahu a’lam”.
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa dengan ukuran kertas 15 cm x 10 cm dengan ukuran blok teks 14 cm x 9 cm. Teks manuskrip ditulis dengan aksara Jawi dan Arab berbahasa Melayu dan Arab. Teks manuskrip berbicara mengenai azimat-azimat untuk pamaga (pelindung) diri.