Selamat datang di pameran "Khazanah Manuskrip di Nagari Lansek Manih". Kabupaten Sijunjung dikenal sebagai "Ranah Lansek Manih", merupakan salah satu permata Sumatera Barat dengan kekayaan manuskrip Minangkabau yang tak ternilai harganya. Di sini, lebih dari 200-an manuskrip kuno tersebar di berbagai tempat, seperti Surau Calau, Surau Simaung, Surau Syekh Yasin, dan koleksi Rumah Gadang Tanduk Ampek (warisan Buya Harun). Setiap manuskrip ini bukan hanya catatan masa lalu, tetapi juga cerminan kebijaksanaan dan warisan budaya yang kaya.Tim Surau Intellectual for Conservation (SURI) telah berperan penting dalam menyelamatkan warisan berharga ini melalui digitalisasi. Meski begitu, banyak manuskrip yang masih terancam kerusakan dan belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, program revitalisasi ini hadir untuk menghidupkan kembali kekayaan literasi tersebut dan mengembangkan manfaatnya bagi masyarakat luas.Pameran ini menampilkan berbagai aspek program revitalisasi, mulai dari inventarisasi dan katalogisasi manuskrip, Focus Group Discussion (FGD), pelatihan pembacaan dan transliterasi manuskrip, hingga penerbitan edisi teks terpilih yang menonjolkan karya sastra, sejarah, dan hagiografi. Karya-karya tersebut seperti nazam kisah Nabi, Hikayat Raja Jumjum, dan kisah dua ulama besar yakni: Syekh Abdurrauf Singkel dan Syekh Burhanuddin Ulakan. Selain itu, dokumentasi tradisi surau masa silam seperti bakpo nan saraf dan bernazam juga dipersembahkan sebagai bagian dari kekayaan budaya yang perlu dilestarikan.Dengan menjelajahi warisan budaya ini, yang tidak hanya berharga sebagai bagian dari masa lalu, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan pengetahuan bagi generasi masa kini dan masa depan. Menjaga dan melestarikan manuskrip merupakan salah satu cara dalam membangun masa depan yang beradab dan berbudaya, menghormati jejak leluhur, dan menanamkan nilai luhur bagi generasi mendatang. Pameran ini hadir dalam memperkaya wawasan dan menumbuhkan rasa cinta terhadap warisan budaya kita yang berharga.
Manuskrip Mencarak Kain (Merobek Kain)
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks manuskrip ditulis menggunakan akasara Jawi dengan bahasa Melayu. Teks menjelaskan tentang hari-hari yang baik dan hari-hari yang buruk saat mencarak (merobek atau memotong) kain.
Transliterasi:
“Bab peri menyatakan mencarak kain akan baju atau akan barang sebagainya hendaklah diketahui akan baik dan jahat. Pertama pada hari Sabtu mencarak kain akan baju barangkali baju itu berwaswas hati orang memakai baju itu, maka tiada harus baju itu dipakai. Dan kedua pada hari Ahad mencarak kain akan baju maka pada hari itu baik baju itu lagi beroleh berkah baginya. Dan ketiga pada hari Isnain mencarak kain akan baju, maka pada hari itu terlalu baik sugala sukacita lagi beroleh kebajikan empunya baju itu yang amat banyak jikalau [m]iskin jadi kaya sebab memakai baju itu. Dan keempat pada hari Selasa mencarak kain akan baju, maka pada hari jahat lagi berpercitaan lagi kehilangan, maka adapun kain itu carak atau dicuri orang baju itu tiada harus dipakai. Dan kelima pada hari Araba’ mencarak kain akan baju, maka pada hari itu baik lagi banyak suka memakai dia. Dan keenam pada hari Khamis mencarak kain akan baju, maka pada hari itu terlalu sempurna daripada percitaan dan daripada penyakit dipeliharakan Allah subhanahu wa taala. Dan ketujuh pada hari Jumat mencarak kain akan baju, maka pada hari itu mehatam? Daripada percitaan dan daripada penyakit diluputkan Allah sugala beroleh sukacita. Tamat wallahu a’lam bi al-shawab.”
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks manuskrip menjelasksan tentang hal-hal yang akan terjadi pada suatu negeri jika terjadi gempa dan gerhana. Penafsiran terhadap gempa dan gerhana ini berdasarkan bulan dalam setahun.
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks manuskrip berbicara mengenai ta'bir gempa. Teks diawali dengan menjelaskan penyebab gempa kemudian ta'bir gempa dalam setahun berdasarkan bulan dan waktu terjadinya.
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Manuskrip berisikan teks pengetahuan tradisional untuk mengetahui nama-nama ayam yang memiliki tuah beserta ciri-cirinya.
Manuskrip Cara Mewarnai Kain
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa berukuran 24 cm x 18 dengan ukuran blok teks 14 cm x 8 cm. Teks manuskrip ditulis dengan aksara Arab dan Jawi, dan berbahasa Melayu dan Arab. Teks diawali dengan menjelaskan cara mencuci pakaian agar terlihat putih dengan bahan-bahan alami, kemudian dilanjutkan dengan cara mewarnai kain dengan bahan-bahan alami.
Transliterasi:
Hadza alat shabagha al-tsawb li suwwad . Pertama urat kenidai, kulit kapuk, kulit rambutan, kulit lasat sedikit, kulit indarung, kulit bengkirinya kadar sebelah dada, urat tampar bumi, kulit kayu gadi, urat baya-baya, kulit lansana sedikit, urat damar sedikit, kulit delima. Semuanya itu diabus sekira-kira tinggal sepe[r]dua dibubhkan padanya limau purut, tengar getah, gabal hati pinang. Adapun pupuk benang dua perkara, kulit indarung, bengkiri maka abus re[n]damkan benang padanya.
Inilah alat pembasuh tsawb al-mashbûgh. Daun pancarengat, daun sekaduduk nan masak, daun sekasak, urat kerang-kerang, urat bayam, urat seleguri keduanya, daun bengkebas nan masak, urat landur-landur, urat inai air, urat kapeh-kapeh. Semuanya itu diabus sekira-kira tinggal sepe[r]dua atau tsulus dibubuhkan cuka padanya.
Ini sebagai lagi pemasuh jua, kulit manis daun sekasak, daun damar nan masak, dan lagundi, cuka, belintawas. Semuanya itu diabus pula.
Inilah alat berbaiki kelasa, daun pancarengat, daun sekaduduk nan masak-masak, buah tuba lalat, lengkuas, buah lagundi, lada keduanya, segenggam kunyit, kulit bolai. Semuanya itu diabus dengan air abu, setelah hangat bubukan kepadanya. Ini seperkara pula perbaiki jua, mengkunit bengkudu, lada, garam, arang pari, cuka, alat semenak.
Adapun alat menimba dua perkara, daun tembakau, daun inai, bara, ditepung lumat-lumat, diremas dengan air sanam, dibubuhkan pada sadah, kemudian hendaklah diasahkan limau purut pada ekor tempurung supaya hilanglah bubuhnya //1//.
Inilah alat abu pemerah benang. Pertama, serai bulan, pulut-pulut, mata-mata puani basaga, jintan, lagundi, mali-mali, bubur juar, kemutang secarah, capa, dadap, kapuk cakang, sukai-sukai, puding hitam, puding emas, seludang kera[m]bil, mayang anau kering-kering, apar-apar paku tebing. Semuanya itu dipanggang hangus-hangus maka ditirislah abu itu kemudian tepungkan gadang serta alat semenang maka masakkan minyak kadar dua cupak pada kadar seratus benang maka re[n]damkan benang itu pada air abu itu sampai empat kali basuhkan sadah bubuhkan pada air abu itu sampai lika kali tiriskan air abu kadar tuga cupak pada kadar seratus benang bubuhkan pada air abu maka rendamkan seperti dahulu jua. Setelah dibangkit benang itu basuh jemurkan seperti itulah lalu kepada akhirnya.
Inilah pe[m]basuh benang. Buah sekasak tampang lumat-lumat sekira-kira kadar dua cupak pada seratus benang maka re[n]damkan benang itu padanya sekira-kira semalam lamanya keringkan kering-kering. Setelah itu maka rendamkan benang itu pada air abu kadar semalam kemudiang keringkan ulang-ulang sebelum habis air abunya itu, setelah habis maka cacah pula. Inilah alat cacahnya, urat keratau atau urat tampar bumi uratnya rapat, serat bayam, urat pulut-pulut, inai perasi. Sekalian alat itu dibubuhkan pada air abu itu, maka cacah pada benang tiap-tiap petang jemurkan kadar dua belas hari, setelah itu ambil urat bengkudu dan kandang maka jemur kering-kering tampang lumat-lumat, masing-masing masukkan kandang tsalasa, bengkusu pada air sekira-kira melengkap benang umpamanya maka masukkan benang padanya sampai empat kali basuhkan sadah bubuhkan pada air itu sampai lima kali tiriskan air abu kadar tiga cupak pada seratus benang bubuhkan pada air itu, maka re[n]damkan benang seperti dahulu jua. Setelah dibangkit basuh benang itu jemurkan seperti itulah lagi kepada akhirnya.
Inilah alat abu. (mebapat?) seteru batang lada kecil, gagang sirih, daun batung balik, daun talang, kulit durian, kulit kapuk, daun ampelas, pisang, nanas, ilalang gurun, seludang kera[m]bil, urat bayam, urat beras-beras, kusuk pisang lidi, urat kalayau. Semuanya itu dibakar hangus-hangus, maka ambil abunya secupak pada setahil seteru, maka remas abu itu dengan air abu itu kedalam periuk-periuk itu dialas dengan pucuk pisang batu, urat jilatang akar, maka abuslah seteru itu dengan air abu itu, setelah terangkat kadungnya keringkan kemudian tungkus dengan daun birah, maka hancurkan tawas kadar seemas beratnya pada setahil seteru dengan air mutlak, maka bubuhkan seteru padanya kadar semalam lamanya, maka abuslah embalu dua misal seteru beratnya maka boleh pula air itu limau, daun bengkudu, maka abus seteru itu dengan air embalu itu setelah dibangkit maka tawas puru dahulu pula lakunya, lalu kepada akhir pekerjaan. //2//
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 17 cm x 10 cm dengan ukuran blok teks 12 cm x 7 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dengan bahasa Melayu. Teks berbicara mengenai percakapan Nabi Isa dengan Raja Junjum. Raja Junjum merupakan seorang raja yang memiliki kebesaran dan kemewahan pada masa hidupnya, namun saat dia wafat kebesaran dan kekuasaannya itu tak mampu untuk membayar azab neraka yang akan dia terima karena tidak menyembah Allah dan mengikuti syariat Nabi. Berbagai penampakan tentang azab neraka digambarkan dalam hikayat ini. Secara keseluruhan hikayat Raja Junjum mengajak umat untuk menyembah Allah dan mengikuti syariat Islam, karena hal ini yang akan menjauhkan seseorang dari azab neraka.
Takwim Rubu'iyah dan Ahadiyah
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa berukuran 17 cm x 10 cm dengan ukuran blok teks 12 cm x 7 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks manuskrip berisikan bagan-bagan takwim arba’a (rubuiyah) dan ahad (ahadiyah).
Keris Peninggalan Syekh Malin Bayang
Dua keris ini merupakan peninggalan berharga dari Syekh Malin Bayang (1863 - 1963), bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang ditinggalkannya. Keberadaan kedua keris ini, bersama dengan puluhan artefak bersejarah lainnya, mencerminkan kebijaksanaan dan keterampilan pengrajin legendaris tersebut. Setiap keris bukan hanya sebuah senjata, melainkan juga simbol spiritual dan sejarah yang mendalam, menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Keberadaan mereka tidak hanya memperkaya koleksi benda cagar budaya, tetapi juga mempertegas kedudukan Syekh Malin Bayang dalam sejarah dan kebudayaan kita.
Pendigitalan Manuskrip Koleksi Surau Simaung
Pendigitalan manuskrip koleksi Surau Simaung oleh Yusri Akhimuddin (26 Juli 1970 – 15 Agustus 2021), seorang filolog dan akademisi UIN Mahmud Yunus Batusangkar. Konsen penelitiannya adalah manuskrip Islam di Minangkabau. Melalui program DREAMSEA pada tahun 2019, Yusri ikut berperan dalam mendigitalkan dan menulis metadata manuskrip koleksi Surau Simanung. Hasilnya, 88 bundel manuskrip (20.914 halaman naskah) dengan kandungan isi lebih dari 200 teks berhasil diselamatkan melalui digitalisasi.
Manuskrip ditulis menggunakan kertas eropa berukuran 17 cm x 10 cm dengan ukuran blok teks 12 cm x 7 cm. Teks ditulis menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu. Teks manuskrip berisikan pelangkahan yang dinamai ‘pala’. Nama-nama pada pala disandarkan kepada nama delapan belas orang nabi yang diawali dengan nabi Adam.
Manuskrip Tahun Tertua di Minangkabau
Manuskrip ditulis menggunakan Wolf Paper berukuran 19 cm x 12 cm dengan ukuran blok teks 12 cm x 6,5 cm. Teks ditulis menggunkan bahasa dan aksara Arab. Teks berjudul I‘rab Matan Kafiyah yang dikarang oleh Syekh Khâlid bin ‘Abdullâh Ibn Abî Bakr al-Azharî. Teks berisikan ilmu nahwu. Teks ini lebih kepada hasil pengi‘raban matan dari kitab Kafiyah. Teks selesai ditulis pada tahun 1012 H/ 1603 M.
Transliterasi:
Tammat al-Kitâb bi ‘awn al-Malik al-Wahâb ba’d al-subh yawm al-Sabt wa itsna ‘asyr yawman min syahri Sya‘ban itsna ‘asyr ba‘da al-Alfiyah min al-hijrah al-nubuwwah shalawât Allâh ‘alayhim ajma‘în.
“Tamat kitab ini dengan pertolongan Tuhan yang Maha Pemberi Karunia setelah waktu subuh, pada hari Sabtu, dua belas hari dari bulan Sakban, 1012 (1603 M) dari Hijrah Nabi SAW.”
Pendigitalan Manuksrip Koleksi Syekh M. Yasin
Tim Surau Intellectual for Conservation (SURI), melalui program DREAMSEA, melaksanakan pendigitalan manuskrip koleksi Syekh M. Yasin di Tanjung Ampalu, Kabupaten Sijunjung. Pendigitalan ini dilakukan di rumah Jusmiarti (ahli waris) yang berlokasi tidak jauh dari makam. Menggunakan peralatan berstandar internasional, tim memastikan setiap detail manuskrip terdokumentasi dengan sempurna. Tim juga menyusun metadata yang mencakup informasi fisik dan isi teks dari setiap manuskrip.
Kunjungan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sijunjung
Kunjungan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sijunjung, Puji Basuki, di Surau Simaung. Kunjungan bertepatan dengan kegiatan konservasi dan preservasi oleh pihak Perpustakaan Nasional RI pada tahun 2023. Kadisdikbud Sijunjung menyaksikan proses konservasi manuskrip dengan metode deasidifikasi, mending, dan laminasi beberapa manuskrip koleksi Surau Simaung.
Manuskrip Koleksi Rumah Gadang Tanduak Ampek
Tim Surau Intellectual for Conservation (SURI) mengunjungi rumah pewaris manuskrip koleksi Rumah Gadang Tanduak Ampek Kabupaten Sijunjung. Dalam kunjungan ini, didapatkan manuskrip sebanyak dua tumpuk bungkusan kertas semen. Manuskrip-manuskrip tersebut akan didigitalkan oleh tim SURI sebagai bagian dari upaya pelestarian dan dokumentasi.
Pengidentifikasian Manuskrip Koleksi Rumah Gadang Tanduak Ampek
Tim Surau Intellectual for Conservation (SURI) melakukan pembongkaran beberapa karung. Dalam kegiatan itu, tim melakukan pengindetifikasian terhadap dokumen-dokumen yang ditemukan. Hasil yang didapatkan berupa manuskrip koleksi Rumah Gadang Tanduak Ampek dan buku-buku terbitan lama (1900-an). Beberapa manuskrip yang ditemukan sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan dan perlu segera dilakukan upaya pelestarian.
Puluhan manuskrip koleksi Surau Simaung mengalami kerusakan yang signifikan. Penyebab utama kerusakan ini adalah faktor usia yang telah menelan waktu, serta kondisi penyimpanan yang tidak memadai dan tidak sesuai dengan standar perlindungan manuskrip berharga. Dampaknya, banyak dari naskah-naskah kuno ini kehilangan nilai historis dan budayanya. Upaya konservasi mendesak diperlukan untuk menyelamatkan warisan literatur ini, memastikan bahwa kekayaan pengetahuan dan sejarah yang terkandung di dalamnya tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Ilustrasi Asma' al-Husnah
Manuskrip ditulis dengan kertas eropa berukuran 21 cm x 16,5 cm dengan ukuran blok teks 17 cm x 12 cm. Teks manuskrip berisikan ilustrasi dari beberapa nama Allah dalam Asma’ al-husnah yang juga dikaitkan dengan Alfatihah.
Sejarah Syekh Abdurrauf dan Syekh Burhanuddin
Naskah ditulis menggunakan kertas Laid Paper berukuran 19 cm x 16 cm. Naskah ditulis dengan menggunakan Aksara Arab dan Jawi, berbahasa Arab dan Melayu dengan jumlah halaman sebanyak 104 halaman. Teks naskah ini berisikan sejarah Syekh Burhanuddin dan Syekh Abdurrauf Singkel. Teks dimulai kepada cerita murid-murid Abdurrauf yang ada di Minangkabau. Pada teks ini dijelaskan ada lima orang murid Abdurrauf di Minangkabau.
Restorasi Manuskrip Koleksi Surau Simaung
Salah satu upaya restorasi manuskrip yang signifikan dilakukan melalui pelapisan kertas naskah dengan tisu Jepang, sebuah metode yang dikenal efektif dalam menjaga keutuhan dokumen berharga. Proyek ini dilaksanakan di Surau Simaung dengan dukungan dari Perpustakaan Nasional pada tahun 2023. Kegiatan ini mencerminkan komitmen yang mendalam terhadap pelestarian warisan budaya, memastikan bahwa naskah-naskah kuno ini tetap terjaga bagi generasi mendatang. Dukungan dari Perpustakaan Nasional memberikan kontribusi yang tak ternilai dalam usaha melestarikan sejarah dan pengetahuan yang terkandung dalam manuskrip tersebut.
Restorasi Manuskrip Koleksi Syekh M. Yasin
Salah satu kegiatan penting di Surau Syekh M. Yasin, Tanjung Ampalu, Sijunjung adalah pembersihan dan restorasi penjilidan manuskrip koleksi surau. Penjilidan ulang ini bertujuan untuk menghilangkan benda-benda berbahan besi yang dapat mempercepat kerusakan manuskrip berharga tersebut. Proses restorasi ini dilakukan dengan hati-hati dan penuh perhatian terhadap detail, memastikan bahwa setiap manuskrip tetap terjaga keasliannya sambil meningkatkan daya tahan mereka terhadap kerusakan di masa depan. Upaya ini tidak hanya mempertahankan warisan budaya yang tak ternilai, tetapi juga menjaga ilmu pengetahuan dan sejarah yang terkandung dalam setiap lembarannya.