Tradisi Bagondang Baoguang jo Bacalempong Dalam Hari Besar Islam

Published by admin on

Wira Santika, Mahasiswa Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Budaya Minangkabau yang kaya akan nilai nilai luhur yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi salah satu wujud dari kekayaan budaya itu adalag alat musik tradisional. Alat musik tradisional kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang biasanya dimainkan dalam permainan rakyat,kesenian,pengiring tarian atau ketika kegiatan upacara adat dan tradisi atau perayaan lainnya

Di Jorong Patamuan, Nagari Muaro Sungai Lolo hingga ke nagari Sialang,Kapur IX ada sebuah tradisi bermain alat musik gondang,oguang dan talempong atau di daerah jorong patamuan hingga nagari Sialang, Kapur IX disebut calempong. Ketiga alat musik ini dimainkan secara bersamaan sehingga menghasilkan nada yang indah dan memiliki makna mendalam di setiap ketukan dan pukulannya.

Tradisi Bagondang Ba’Oguang Jo Bacalempong ini dilakukan ketika hari baik bulan baik misalnya hari raya bulan yang tiga, pertama hari raya bulan Syawal (Idul FItri), kedua hari raya (Idul Adha), dan ketiga kelahiran nabi Muhammad SAW(Maulid Nabi). Biasanya tradisi ini dilakukan pada ke-3 waktu tersebut atau pada salah satu waktu misalnya di hari raya Idul Fitri saja atau di hari raya Idul Adha saja. Tradisi ini dilaksanakan di balai adat di halaman Istano atau uma soko rumah gadang suku, dan dilaksanakan selama 3 hari 3 malam atau 7 hari 7 malam (di hari dan malam ganjil) dan tidak boleh dilakukan di hari dan malam yang genap.

Pelaksanaan tradisi ini dilakukan setelah selesai sholat hari raya, setelah sholat orang akan merapat ke halaman istano uma soko kegiatan diawali dengan manatiang siriah ka pucuk adat atau mamak penghulu dan penyampaian petatah petitih sebagai izin membuka calempong yang kemudian dibawa ke balai adat, sesampai di balai adat baru ke tiga alat musik tersebut bisa dimainkan dan yang memainkannya adalah masyrakat yang mau dan bisa memainkan alat musik tersebut secara bergantian.A pabila tidak dilakukan manatiang siriah atau meminta izin ke mamak penghulu tadi sebelum dibawa ke balai adat maka akan di kenakan sanksi atau denda oleh penghulu, dan tradisi ini biasanya juga sebagai tanda pembuka hari raya.

Perayaan hari raya biasanya ada pertunjukan silek dan, jalang manjalang niniak mamak yang mana akan diiringi dengan Bagondang Ba’Oguang Jo Bacalempong tadi dan pada hari terakhir perayaan kembali di tutup dengan manatiang siriah lagi sebagai tanda perayaannya telah selesai dan alat musik sudah tidak boleh dimainkan. Tradisi ini juga dilakukan di nagari Sialang Kapur IX namun terdapat perbedaan juga, jika di jorong Patamuan tradisi ini bisa dilakukan tiga kali dalam setahun di hari idul fitri,idul adha dan maulid nabi sedangkan di Sialang biasanya hanya pada hari raya idul fitri saja.Dikatan oleh orang tua setempat tradisi ini sudah ada sejak lama bahkan sebelum islam masuk dan ketika islam masuk tradisi ini ada dan dilaksanakn di hari hari besar atau perayaan islam sebagai penyatu adat dan islam.

Alat musik sudah menjadi bagian dari diri masyarakat Minangkabau selain sebagai sarana ekspresi budaya dan mencerminkan identitas sebuah budaya alat musik tradisional juga menjadi sebuah hiburan,pengiring tarian bahkan menciptakan suasana sakral dalam kegitan upacara adat atau keagamaan dan juga sebagai penyatu untuk masyarakat  karna menciptakan rasa kebersamaan dan kekompakan.Tradisi Bagondang Ba’Oguang Jo Bacalempong ini harus dijaga kelestariannya yang diturunkan dan diajarkan kepada anak anak agar tidak hilang oleh perkembangan zaman.

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *