Ikhwal kata ‘apo’ dalam Bahasa Minangkabau
Bahren, Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Universitas Andalas
Banyak di antar kita mungkin pernah mendengar bahkan menggunakan kata apo dalam Bahasa Minangkabau. Tapi, secara sadar atau tidak kita secara naluriah tentu saja memadankan kata itu dengan kata “apa” dalam Bahasa Indonesia. Tidak salah memang, namun pada kenyataannya jika kita telisik lebih mendalam dalam tuturan Bahasa Minangkabau, sungguh kata apo ini memiliki padanan atau rujukan lain selain kata “apa’ dalam Bahasa Indonesia.
Sebagai contoh dapat kita lihat pada kalimat berikut: “Apo!, lai nampak buk Ta lewat siko tadi”. “hai (sebutan), adakah melihat Bu Ita lewat di sini barusan”. Kata “apo” dlam kalimat di atas, merujuk kepada pronominal persona (kata ganti) kedua tunggal. Artinya, pada kalimat di atas kata “apo” tidak bis akita sepadankan dengan ‘apa’ dalam Bahasa Indonesia.
Contoh lain, ketika kata apo digunakan pada kalimat berikut, “Tolong apo an, apo ko ciek Zul!. Kata, ‘apo pertama di kalimat tersebut bisa sepadan dengan kata “apa” yang lebih merujuk kepada pekerjaan yang harus dikerjakan oleh yang dimintai tolong bisa jadi apo itu diganti dengan kata perbaiki, angkat, dorong dan lain sebagainya. Namun, kata apo yang kedua, padanannya merujuk pada benda yang dirujuk oleh pekerjaan yang dilakukan oleh yang dimintai tolong, “Apo” bisa bereferensi baju, sepeda, kursi dan lain sebagainya. Artinya, apo yang pertama cenderung berkategori verba atau kata kerja sementara apo yang kedua cenderung berkategori nomina (kata benda).
Sementara itu, jika kita perhatikan lebih rinci lagi, penggunaan kata apo pun, bisa terjadi beruntun dalam sebuah tuturan hingga tiga atau empat kali dalam Bahasa Minangkabau dan kesemuanya merujuk pada pemaknaan dan kategori yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada kalimat berikut ini. “ jan ang apo an lo, apo ko, beko apo lo inyo. Bangih lo si apo dek gara-gara itu.”
Kata apo pertama pada kalimat di atas merujuk pada tindakan atau pekerjaan, jika digunakan Teknik ganti, maka kata apo dapat diganti dengan kata kerja esek, sementara kata apo kedua merujuk pada benda, dan bisa kita ganti dengan pudding, sementara kata apo yang ketiga merujuk pada keadaan yang bisa kita ganti dengan kata pecah, atau hancur. Kata apo keempat, bis akita ganti dengan kata ganti orang misalnya Andi atau Budi. Dengan cara mengganti itu, kalimat di atas akan menjadi “Jan ang esek lo pudding ko, Beko pacah nyo, bangih lo si Andi”
Mengingat banyaknya kategori dan rujukan yang bisa dipadankan dengan kata ”apo” ini, maka sebagai pengguna dan pendengar bahasa Minangkabau pun kita diharapkan sedikit selektif dan seksama dalam memaknai kata apo yang dimaksud pada sebuah tuturan jika itu terjadi dan kita alami. Tidak selamanya kata apo dapat kita padankan dengan “apa’ dalam bahasa Indonesia. Para Peneliti dan pecinta bahasa Minangkabau sesunggunya harus mengambil peran dalam hal ini, bagaimana mereka bisa memberikan pemahaman dan penjelasan yang jernih kepada penutur dan pendengar non Bahasa Minangkabau dalam memahami fenomena yang dapat terjadi dengan hanya menggukana sebuah kata “apo” tadi. Jika salah dalam memberikan penjelasan maka akan salah pula kita dalam memahami sebuah tuturan yang bisa jadi memiliki beberapa kata “apo” dalam tuturan tersebut yang hadirnya beruntun dan berdekatan.
Bahasan di atas mengenai hal ihkwal kata “apo’ dalam bahasa Minangkabau barangkalai, hanya sebatas pengetahuan dasar dan umum. Tentunya diharapkan ada lagi masukan yang lain dalam memberikan kejernihan pemaknaan dan penggunaaan kata “apo” ini dalam bahasa Minangkabau sehingga ketika memindahkannya atau melakukan proses penerjemahan ke bahasa lain selain Bahasa Indonesia bisa lebih jernih dan berterima. Semua pemaknaan dan pengkategorian kata “apo” tentu tidak lepas dari konteks tuturan itu terjadi, sehingga jika suatu saat kita mendengar sebuah tuturan “jan ang apo an lo, apo ko, beko kok tajadi apo-apo jo apo ko, den dak amuah di apoan dek si apo doh, dek gara-gara apo ko. Beko kok den apo an apo ko, apo lo apo ko, sainggo dak bisa lo di apo an apo ko lai doh”. Dapatkah kita sebagai penutur Minangkabau memberikan penjelasan tentang “apo-apo’ dalam kalimat atau tuturan di atas?.
0 Comments