Pantangan Mamudoan Duwin (Durian) di Nagari Tanjung Gadang
Nurul Fadila, Mahasiswa Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas
Sektor agraria merupakan salah satu sektor utama masyarakat Minangkabau untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Alam Minangkabau yang kaya dan subur turut mendukung kehidupan Masyarakat di sektor pertanian dan perkebunan. Salah satu komoditas dari agraria yang menjadi unggulan Masyarakat adalah perkebunan durian. Durian adalah komoditas yang banyak dihasilkan oleh Masyarakat Nagari Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung. Rata-rata Masyarakat di Nagari Tanjung Gadang memiliki kebun durian. Buah yang mendapat julukan sebagai “raja buah” ini sangat dinantikan oleh Masyarakat setempat kedatangan musimnya karena besarnya pengaruh komoditas ini terhadap perekonomian Masyarakat setempat.
Melihat besarnya peran dari durian bagi Masyarakat Nagari Tanjung Gadang, dari dulu telah ada sebuah sistem yang mengatur agar hasil dan kualitas durian yang tumbuh di Tanjung Gadang agar tetap baik dan terjaga. Aturan tersebut berupa larangan kepada Masyarakat untuk memetik durian yang masih muda. Hal ini dikarenakan durian muda juga banyak diminati oleh Masyarakat Minangkabau untuk dikonsumsi baik secara langsung ataupun diolah menjadi sambau pakanasi.
Durian dilarang untuk diambil pada saat masih muda karena akan berpengaruh pada kualitas buah durian itu sendiri. Kondisi durian yang dipetik saat muda beragam, seperti diserang hama ulat, buahnya tidak matang maksimal, rasanya jadi hambar, atau ukuran buah menjadi lebih kecil di musim berikutnya. Kualitas buah yang kurang baik tentu akan menurunkan nilai jual dari durian tersebut. Hal ini juga dinilai indak bataratik atau tidak beretika, karena sama dengan Binatang yang sudah mengincar durian dari saat masih muda.
Sanksi yang akan dikenakan kepada pelaku pelanggaran ini adalah denda berupa 10 sak semen. Semen dari hasil denda ini digunakan untuk keperluan dan kepentingan Pembangunan di Nagari. Denda dibayarkan kepada Kerapatan Adat Nagari (KAN) lalu kerapatan adat akan menyalurkan kepada Pembangunan fasilitas umum di nagari yang membutuhkan. Contoh penyaluran denda ini yaitu kepada surau, masjid, balai, atau bangunan yang menjadi fasilitas umum yang dinikmati Masyarakat.
Lalu bagaimana dengan orang orang yang tetap ingin menikmati buah durian muda atau olahannya? Biasanya Masyarakat akan mendapatkan duwin mudo ini dari buah yang jatuh secara alami atau yang disebabkan oleh Binatang seperti baruak dan simpai. Buah durian muda yang dijatuhkan oleh monyet dan kera ini biasanya masih bagus sehingga layak untuk dikonsumsi Masyarakat. Jatuhnya durian yang masih muda dalam kondisi seperti ini juga tidak akan memberi pengaruh yang besar jika dibandingkan dengan diambil secara paksa. Durian akan tetap memiliki kualitas yang baik dan Masyarakat juga tetap masih bisa menikmati durian muda dengan situasi ini. Hal ini bis akita lihat sebagai keindahan dari harmoni alam yang diciptakan oleh Allah SWT. sebagai pencipta alam semesta.
Ada keindahan dibalik filososi yang terdapat pada larangan yang berkembang di Masyarakat Minangkabau. Masyarakat yang kehidupannya dekat dan berdampingan dengan alam selalu berusaha untuk dapat menjaganya. Masyarakat Minangkabau dengan prinsip hidup alam takambang jadi guru menjadikan alam tempat berguru dan belajar, memanfaatkannya dengan baik namun tetap menjaganya untuk masa yang akan dating. Karena yang kita miliki sekarang hanyalah titipan dari tuhan yang nantinya diwariskan dan akan dimanfaatkan juga oleh anak cucu kita nantinya. Sejalan juga dengan syariat yang mengatakan bahwa keberadaan manusia di bumi adalah sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaganya, bukan untuk dirusak dan dihabisi mengikuti ketamakan dan keserakahan sendiri. Dari sini kita juga dapat melihat keselarasam adat dan syariat di Minangkabau yang tertuang dalam mamangan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
0 Comments