Menelusuri Jejak Sejarah di Kota Padang: Berburu Sunrise di Jembatan Siti Nurbaya Hingga Ke Pasar Tanah Kongsi
Faras Puji Azizah, Alumnus Magister Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat, adalah kota yang kaya akan sejarah dan budaya. Kota ini terletak di pesisir barat Pulau Sumatera. Sejak zaman kolonial Belanda, Padang telah menjadi pusat perdagangan yang sibuk. Kota ini memiliki satu pelabuhan utama yang menghubungkan Sumatera Barat dengan dunia luar. Dari pelabuhan tersebut, berbagai komoditas seperti rempah-rempah, kopi, dan hasil bumi lainnya diekspor ke berbagai negara.
Selain kaya akan sejarah dan budaya, Kota Padang juga menawarkan pemandangan alam yang memukau. Salah satu pengalaman yang tak boleh dilewatkan adalah menyaksikan matahari terbit dan tenggelam di Kota Padang. Pagi ini, saya menyaksikan secara langsung keindahan matahari saat menyapa dunia dari Jembatan Siti Nurbaya. Tentunya, Anda sudah mengenal Jembatan Siti Nurbaya, bukan? Jembatan ini dinamai berdasarkan novel terkenal “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli, yang menceritakan kisah cinta Siti Nurbaya di zaman kolonial.
Siti Nurbaya adalah seorang gadis Minangkabau yang cantik dan baik hati. Ia dijodohkan dengan Datuk Meringgih, seorang orang kaya raya. Padahal, Siti Nurbaya sangat mencintai Samsul Bahri, seorang pemuda jujur dan sederhana. Karena ketamakan dan obsesi Datuk Meringgih, Siti Nurbaya dipaksa menikah dengannya. Tragisnya, Siti Nurbaya akhirnya meninggal dalam upaya untuk mempertahankan cintanya dengan Samsul Bahri. Kisah tragis Siti Nurbaya ini menjadi salah satu karya sastra Indonesia yang paling berpengaruh dan dikenang hingga saat ini.
Jembatan Siti Nurbaya, yang terletak di atas Sungai Batang Arau di Kecamatan Padang Selatan, menawarkan banyak pesona yang layak untuk ditelusuri. Dari Jembatan Siti Nurbaya, pengunjung dapat melihat peninggalan-peninggalan bersejarah dari masa kolonial Belanda, yang sering disebut dengan kawasan Kota Tua Padang. Hal ini memberikan kesempatan untuk menelusuri jejak sejarah. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat pemandangan muara tempat berlabuhnya kapal-kapal, sebuah pemandangan yang sarat akan aroma sejarah pelayaran dan perdagangan Kota Padang. Jembatan Siti Nurbaya merupakan saksi bisu dari perjalanan panjang sejarah Kota Padang, menyimpan berbagai tempat bersejarah yang menanti untuk dieksplorasi.
Saat matahari sudah terbit, saya pergi ke Pasar Tanah Kongsi untuk membeli sarapan. Pasar Tanah Kongsi adalah salah satu pasar tradisional tertua di Kota Padang. Pasar ini terletak di pusat komunitas penduduk keturunan Tionghoa, yang sering disebut Kampung Pondok. Masyarakat Padang menyebut pasar ini sebagai Pasar Tionghoa, tetapi di sini juga terdapat pedagang dari etnis lain seperti Nias dan Minangkabau, ungkap salah satu warga lokal yang berjualan. Toleransi yang terjalin di pasar ini menjadi contoh nyata bagaimana keragaman budaya tidak hanya memperkaya pengalaman masyarakat, tetapi juga memperkuat hubungan antara berbagai etnis. Toleransi adalah sikap terbuka dan lapang dada dalam menyikapi perbedaan pandangan, keyakinan, atau praktik yang ada dalam masyarakat. Hal ini dapat diartikan sebagai tindakan atau sikap untuk membiarkan orang lain bertindak sesuai dengan keyakinannya, tanpa memberikan tekanan atau paksaan.
Pasar ini menjadi pusat aktivitas ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal. Pasar Tanah Kongsi menawarkan berbagai kebutuhan sehari-hari sekaligus mencerminkan kekayaan budaya dan keragaman yang ada. Di Pasar Tanah Kongsi, pengunjung dapat menemukan beragam produk, mulai dari bahan pangan segar, bumbu dapur, hingga jajanan tradisional.
Keberadaan pedagang dari latar belakang etnis dan budaya yang beragam di Pasar Tanah Kongsi mencerminkan adanya toleransi yang sudah terjalin lama di antara mereka. Meskipun memiliki perbedaan, mereka mampu berinteraksi secara harmonis dan saling menghormati dalam aktivitas perdagangan di pasar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Pasar Tanah Kongsi bukan hanya sekadar tempat untuk bertransaksi, tetapi juga menjadi ruang bagi berbagai etnis untuk saling berinteraksi dan memperkaya satu sama lain.
Interaksi yang terjadi antara pedagang Tionghoa, Nias, dan Minangkabau di Pasar Tanah Kongsi menunjukkan bahwa perbedaan budaya dapat menjadi sumber kekuatan untuk membangun masyarakat yang lebih rukun. Mereka saling menerima dan menghargai keberagaman yang ada, sehingga pasar ini tidak hanya sebagai tempat bertransaksi, tetapi juga simbol persatuan di tengah keberagaman. Setiap pedagang membawa tradisi dan keterampilan yang kemudian saling melengkapi dan memperkaya atmosfer pasar.
Suasana di Pasar Tanah Kongsi selalu ramai dan hidup, dengan pengunjung yang tidak hanya datang untuk berbelanja, tetapi juga menikmati pengalaman sosial yang unik, diwarnai suara tawar-menawar dan aroma makanan yang menggoda. Sebagai salah satu ikon Kota Padang, pasar ini menarik banyak wisatawan yang ingin merasakan kehidupan lokal dan sering dijadikan tujuan wisata kuliner, di mana pengunjung dapat mencicipi berbagai hidangan khas sambil berinteraksi dengan penduduk setempat. Dengan segala keunikan dan kekayaannya, Pasar Tanah Kongsi tetap menjadi bagian integral dari identitas Kota Padang, menjadikannya tempat yang wajib dikunjungi bagi siapa pun yang datang ke kota ini.
Perjalanan pagi ini, yang dimulai dari mengunjungi Jembatan Siti Nurbaya, dilanjutkan dengan melihat Kota Tua, dan berakhir di Pasar Tanah Kongsi, tidak dapat dianggap sia-sia. Sebaliknya, eksplorasi tersebut telah menambah pemahaman saya tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan sosial dan keagamaan. Realitas yang saya saksikan di Pasar Tanah Kongsi, di mana pedagang Tionghoa, Nias, dan Minangkabau mampu saling menerima dan menghargai perbedaan, dapat menjadi contoh inspiratif bagi masyarakat luas.
0 Comments