Transformasi Sosial dalam Manuskrip “Naskah Adat Minangkabau”: Pengaruh dan Adaptasi Budaya Eropa pada Masa Kolonial

Published by admin on

Rima Novalia, Alumnus Prodi Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Naskah kuno adalah warisan intelektual dan budaya yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terkandung warisan pengetahuan, nilai-nilai adat, sejarah, serta kebijaksanaan yang disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bagi masyarakat Minangkabau, naskah kuno tidak hanya menjadi bukti keberadaan tradisi literasi di masa lalu, tetapi juga sebagai refleksi identitas budaya yang hidup dalam tradisi adat yang kuat. Dalam konteks ini, naskah-naskah kuno menjadi pintu gerbang untuk memahami lebih dalam tentang adat dan kehidupan masyarakat Minangkabau dari masa lampau hingga saat ini.

Kajian terhadap naskah kuno Minangkabau bukan hanya soal mengungkap fakta sejarah, tetapi juga soal melestarikan nilai-nilai adat yang tertulis di dalamnya. Adat Minangkabau yang begitu kompleks dan kaya akan filosofi, termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya, seperti sistem kekerabatan matrilineal, tata kelola nagari, hingga cara berkomunikasi dan menjalani kehidupan sehari-hari. Salah satu naskah penting yang memberikan gambaran mendalam tentang adat Minangkabau adalah Adat Istiadat Minangkabau, sebuah naskah kuno yang mengulas tata cara hidup dan aturan-aturan adat yang berlaku di masyarakat Minang.

Naskah ini merupakan koleksi dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) yang sudah didigitalkan dengan deskripsi catalog ID 101193, BIBID 0010-1107003675, berjumlah 338 halaman (1 berkas digital), dan Nomor Panggil NB 99. Secara umum, dari hasil digital yang diunggah oleh Perpusnas di laman khastara.perpusnas.go.id kondisi naskah cukup bagus. Sebagai gambaran umum, kandungan teks dari naskah adat istiadat Minangkabau ini terdiri atas pembagian wilayah, tata kelola pemerintahan adat dan nagari, sejarah, adab (sopan santun), dan tata tulis surat.

Pada halaman awal terdapat tulisan “Adat Nagari Minangkabau Terkumpul oleh Saya Bagindo Chatib Gejinsioneer Controle Menteri di Talawi”. Hal itu menjadi penjelasan mengenai sumber dari kepunyaan naskah tersebut. Isi teks yang berkaitan tentang pembagian wilayah terdapat dalam pasal “syarat pendirian nagari”, “dari hal rimba bajaring”, “hal dari rimba larangan”, “dari hal mengisi adat”, “hal dari raja nan tigo selo”, “nagari Suliki luhak 50 koto namanya”, dan “Pariangan Padang Panjang Luhak Tanah Datar”. Berikut kutipan teks yang berkaitan dengan wilayah Minangkabau:

“…Adapun kata nagari itu dapatnya daripada (sangsa?) kulit dengan adat ketika boleh kadi 1200-1300 orang Jawa yang beragama hidup yang menemui kata-kata itu /1/

  1. Kejadian nagari dan keadaannya dan rupanya, sebagaimana dirancangkan oleh tuan-tuan J.A.F. Oeraay.

Bermula-mula nagari di Pariangan, Padang Panjang. Dari situ orang-orangnya pergi mencari tempat yang rancak kalau suara bertambah, maka disitulah ia mencancang malah tiada memancang manaruko. Pepatah itu boleh diartikan memulai nagari dan menjadikan nagari penghidupannya waktu itu berburu menangkap ikan, bertanam-tanam, tetapi tiada tetap…”

Dalam pembagian tata kelola pemerintahan adat dan nagari terdapat pada pasal “dari hal pemerintah rakyat”, “daripada pemerintah asli”, “dan dari hal”, “dan orang yang terutama mengaturkan agama”, “pantangan penghulu”, “dari hal besar empat bali”, “dari hal penghulu”, “dari hal tanda penghormatan penghulu” dan lain sebagainya. Pembicaraan tentang poin ini menjadi porsi teks yang banyak sama dengan kebanyakan naskah tambo lainnya. Beberapa hal yang dituliskan misalnya dalam pantangan penghulu, menyinsing lengan baju, mamanjek (memanjat), menjunjung lebih berat, berlari, dan mengair (berenang) merupakan hal pantangan. Tidak dapat dipungkiri, aturan-aturan dan perundangan Minangkabau menjadi hal dominan yang terdapat di dalam tambo.

Teks tentang sejarah terdapat dalam pasal “keadaan dalam abad ke-18 (1700)”. Isi teks ini tentu unik dan menarik dari naskah tambo lainnya, yaitu adanya penyebutan tahun. Berikut kutipan teksnya:

“Sampai 1800 pada waktu ini raja di Minangkabau hanya memerintah dengan nama saja (sih?) tiap-tiap nagari tinggal mereka itu. Adapun nagari itu acap kali berperang perangan, sungguhpun begitu yang dipertuan ada juga dihormati orang ke kuburan raja, biasanya orang berselendang pucuk dan bergetar atau sebagai tanda sematian”.

Teks tentang perihal adab (sopan santun) terdapat dalam pasal “sopan santun”, “adat sopan bangsa Eropa”, “berhati tulus dan omongan terus terang”, “peri kesopanan yang lumrah”, “pergaulan dengan peri kesopanan”, “perihal pakaian”, “adat lembaga dalam rumah”, “pada menyatakan kecintaan laki istri”, “harganya persahabatan”, “hal menyambut tetamu”, “adat lembaga dalam perempuan”, “ucapkan omongan”, “mengundang tetamu”, “kunjungi perjamuan”, “perjamuan yang tertentu”, “dalam pesta dansa”, “jikalau main kartu”, “jikalau duduk makan”, “di dalam gereja”, “hal memberi salam”, dan lain sebagainya. Teks-teks tentang sopan santun bangsa Eropa juga merupakan poin unik dan penting untuk diketahui. 

Beberapa sikap yang diambil dari budaya Eropa dalam teks tersebut adalah hal menyambut tamu. Etika yang dalam penyambutan tamu tidak menyuguhkan makanan atau minuman, tetapi rokok. Berikut kutipan teksnya:

Hal ini ada berbeda-beda terutama satu kenalan dan satu sahabat baik seorang bangsawan dan lain-lain sebagainya semua tidak boleh disamakan dan berbedaan itu adalah seperti tertulis dibawah ini. 

(a). Terima datangnya sahabat baik [ada tetamu ini boleh tak usah /200/ menjalankan peradatan lagi kalau sang tetamu kalau sudah buka topinya, silahkan ia duduk berdekatan dan ajak bicara seketika kemudian boleh suguhan rokok. 

Dari pasal-pasal yang berisikan teks tentang budaya Eropa, ada dua pasal yang “unik” yaitu “dalam pesta dansa” dan “di dalam gereja”. Berikut kutipan teks “dalam pesta dansa”:

“Dalam pesta tersebut orang-orang laki-laki harus belajar dahulu kenal pada orang perempuan yang hendak diajak menari dengan menyebutkan nama dan pangkat gelaran sendiri /216/ /217/ /218/ ada disangka melanggar adat. Jikalau meminta menari sampai beberapa kali kepada stu perempuan, sebagai juga orang yang mengunjuk cinta perempuan itu…”.

Adanya teks tentang budaya Eropa khusunya masala dansa dan gereja sungguh hal yang patut untuk dipahami. Bahwa naskah ini sudah memuat paham bangsa Eropa yang datang ke Indonesia, khusunya ke Minangkabau. Dapat dimaknai, teks-teks ini dibuat oleh bangsa Eropa (pada masa kolonialisme di wilayah Minangkabau). Tentu saja, teks-teks tersebut menarik dan penting untuk diketahui sebagai pedoman dan acuan dalam mempelajari penerapan budaya Eropa di wilayah Minangkabau pada masa kolonial. 

Lazim diketahui, bahwa budaya Minangkabau terkenal dengan falsafahnya adat basandi syarak-syarak basandi kitabullah. Falsafah tersebut menjadi acuan dalam perilaku kehidupan masyarakat Minangkabau. Adat ialah norma-norma, pandangan, cita-cita, sistem yang jadi asas laku perbuatan sosial dalam suatu masyarakat (Gazalba, 1974:6). Adat Minangkabau bersifat inklusif terhadap ajaran islam, memungkinkan penggabungan nilai-nilai agama dengan tradisi lokal. 

Islam dan budaya Minangkabau saling terkait dan mempengaruhi. Islam sudah menjadi menjadi bangian integral dari budaya Minangkabau dalam waktu yang sudah lama, hingga mempengaruhi aspek kehdiupan masyarakat seperti agama, adat, dan sosial. Keterkaitan islam dan Minangkabau sangat kompleks, dan secara keseluruhan menjadi bagian penting dalam identitas dan kehidupan.

Berbeda dengan budaya dansa dan gereja yang bertolak dari adat istiadat masyarakat Minangkabau. Begitu juga dengan sopan santu bangsa Eropa yang dituliskan dalam pasal-pasal lainnya yang berbeda dan tidak lazim dalam kebudayaan Minangkabau. Tentu saja hadirnya teks-teks yang bertolak belakang dengan kebiasaan dan adab masyarakat Minangkabau dalam naskah ini menjadi bagian penting yang perlu untuk diketahui. Apakah hal tersebut sebagai upaya alkulturasi budaya atau kolonialisme budaya?

Selain itu, teks unik lainnya yang terdapat dalam naskah tersebut adalah ketentuan dalam surat menyurat. Dalam budaya masyarakat Minangkabau, persoalan surat menyurat bukanlah hal baru. Syaputra (2020) menyatakan bahwa di zaman Kesultanan Inderapura yang berkirim surat dengan Depati Kerinci. Tentu saja dalam surat tersebut sudah diatur format-format penulisannya. Dalam naskah ini teks-teks yang berisikan tentang ketentuan surat menyurat ini terdapat dalam pasa “surat menyurat”, “menulis surat kecil”, “surat kiriman dan sebagainya”, “surat perniagaan”, “memberi tanda hormat di dalam surat”, “bunyinya satu surat kiriman”, “memberi pujian atau keselamatan”, “surat permintaan”, “hal menyatakan cinta birahi dalam surat”, “surat menagih hutang”, “surat minta maaf”, dan berbagai ketentuan lainnya. 

Dengan begitu, naskah kuno ini menunjukkan bukti penting dalam memahami transformasi sosial yang terjadi di Minangkabau selama masa kolonial. Pengaruh dan adaptasi budaya Eropa jelas tercermin dalam beberapa aspek kehidupan masyarakat yang tertuang dalam naskah ini, meskipun bertentangan dengan adat asli yang bersumber dari falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.

Naskah ini mengungkap adanya perpaduan, bahkan benturan, antara adat istiadat Minangkabau dengan nilai-nilai dan etika budaya Eropa yang diperkenalkan oleh penjajah kolonial. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang membahas sopan santun Eropa, tata cara penyambutan tamu, hingga konsep-konsep yang sama sekali asing seperti pesta dansa dan etika di gereja, yang sangat bertolak belakang dengan adat Minangkabau yang berlandaskan Islam.

Budaya Minangkabau, yang sangat erat terkait dengan nilai-nilai Islam, bersifat dinamis dan terbuka terhadap pengaruh luar. Namun, pengaruh dari budaya Eropa tampaknya lebih merupakan upaya kolonialisme budaya, di mana unsur-unsur asing mulai diadaptasi, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam administrasi, seperti tata cara surat menyurat.

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *