Keberadaan Manuskrip di Sekitar yang Perlu Diperhatikan

Published by admin on

Annisa Aulia Amanda, Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Pernahkah Anda melihat lembaran kertas kuning yang tersimpan di surau atau mungkin di rumah nenek di kampung? Jangan buru-buru mengaitkan lembaran itu dengan aspek religiusitas. Mungkin saja itu adalah naskah kuno yang menjadi objek kajian filolog, seorang ahli dalam ilmu pernaskahanw. Jika tulisan Arab tersebut dibacakan, isinya bisa saja berupa resep makanan, cerita, sejarah daerah, catatan sehari-hari, dan berbagai hal lain yang ditulis seseorang di masa lalu. Kertas tersebut sangat berharga karena mampu menangkap peristiwa pada zamannya dan dikenal sebagai naskah kuno.

Menurut UU No. 43 tahun 2007 pasal 4, naskah kuno—atau manuskrip—adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri, yang berumur setidaknya 50 tahun, dan memiliki arti penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Naskah kuno bahkan dijadikan salah satu warisan budaya yang wajib dilestarikan, seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 2 tahun 2023 tentang Program Registrasi Naskah Kuno Sebagai Ingatan Kolektif Nasional. Program ini mendorong para filolog dan kodikolog—ahli dalam bidang ilmu fisik pernaskahan—untuk berpacu menyelamatkan keberadaan naskah kuno Nusantara serta berupaya mempertahankan fisik dan isinya.

Keberadaan naskah kuno bisa membawa perubahan besar bagi masyarakat, bahkan mungkin bagi negara. Karena alasan itulah para peneliti datang untuk mempelajari naskah-naskah kuno yang tersebar di Indonesia, sambil berusaha menyelamatkan fisiknya. Namun, sangat disayangkan bahwa dunia naskah kuno masih minim diketahui oleh masyarakat umum. Banyak yang tidak peduli dengan naskah kuno dan tidak menyadari kekayaan isi yang termuat dalam lembaran-lembaran berharga tersebut.

Saya pernah memiliki pengalaman mencari naskah kuno di surau-surau di Kota Padang. Saat itu, saya mendapatkan penugasan dari dosen untuk mencari keberadaan naskah kuno yang ada di surau. Beberapa tempat saya kunjungi, namun pengurus surau tidak paham dengan istilah naskah kuno. Lima dari delapan pengurus surau yang saya temui di Kota Padang bahkan bertanya kembali kepada saya, “Apa itu naskah?” Saya harus menjelaskan secara singkat apa itu naskah, namun tetap saja, dari banyak tempat yang saya datangi, tidak ada satu pun yang menyimpan naskah kuno. Ketidaktahuan pengurus surau mengenai naskah dan nilai naskah kuno, serta beberapa penolakan yang saya alami, membuat saya kesulitan menemukan naskah kuno di Kota Padang. Di akhir pencarian, saya hanya menemukan naskah yang telah dicetak, yang tentu bukanlah tujuan utama saya.

Ketika mencari naskah kuno di surau-surau di Kota Padang, saya hanya menemukan naskah cetak. Ini bukanlah kesalahan pengurus surau, melainkan ketidaktahuan saya tentang tempat penyimpanan naskah tersebut. Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa salah satu masalah utama dalam pelestarian naskah kuno adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai dunia pernaskahan. Ketidaktahuan ini menyebabkan keberadaan naskah kuno yang awalnya ada di dekat kita, mungkin saja di surau-surau, menjadi lebih sulit ditemukan. Selain keterbatasan alat dan tenaga kerja, inilah yang membuat para filolog kesulitan menyelamatkan naskah-naskah kuno. Begitulah yang saya simpulkan dari cerita para filolog tentang tantangan mereka dalam mencari naskah. Dunia pernaskahan, meskipun mungkin berada di sekitar kita, seakan menjadi kasat mata bagi kebanyakan orang.

Jika sebagian individu dalam masyarakat benar-benar tidak mengetahui pengertian dan nilai naskah kuno, maka sebagian lainnya memiliki anggapan bahwa naskah kuno yang dimiliki adalah “jimat” yang keberadaannya harus dirahasiakan, atau “jimat” tersebut tak boleh disentuh, diganggu, atau bahkan dibuka. Akibatnya, penelitian terhadap naskah kuno mengalami kemunduran. Ketidaktahuan dan asumsi negatif mengenai naskah kuno membuat nasib naskah-naskah tersebut menjadi mengkhawatirkan. Memang, ada naskah kuno yang berkaitan dengan mantra dan jimat, namun saya juga pernah membaca naskah kuno seorang ulama yang membahas aneka kuliner.

Ini membuktikan bahwa ketidaktahuan ini membuat isi sesungguhnya dari naskah kuno semakin misterius. Jika saya mampu membaca tulisan Arab berbahasa Melayu, mungkin saya bisa menemukan isi asli dari naskah kuno yang tersebar di sekitar kita. Kurangnya apresiasi terhadap naskah kuno akan menyebabkan hilangnya harta pusaka Nusantara beserta ilmu pengetahuan yang dikandungnya. Dalam kurun waktu lima tahun, naskah-naskah kuno tersebut bisa rusak dan semua ilmu yang ada di dalamnya hilang ditelan zaman.

Memang masih banyak masyarakat yang tidak mengenali nilai sejati dari sebuah naskah kuno. Namun, sebagai bagian kecil dari masyarakat yang memahami pentingnya naskah kuno, mari kita sebarkan informasi ini. Kini, sudah ada undang-undang yang melindungi harta pusaka negara ini, serta berbagai lembaga dan instansi yang peduli terhadap penyelamatan fisik dan isinya. Perlu diingat, naskah kuno bukan sekadar lembaran tua yang disimpan tanpa tujuan, melainkan ribuan pengetahuan yang tersimpan di dalamnya, menunggu untuk diungkap oleh mereka yang menghargainya.

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *